Terdapat sebelas nama tembang macapat, yaitu tembang mijil, kinanthi, sinom, asmaradana, dhandhanggula, gambuh, maskumambang, durma, pangkur, megatruh, dan pocung. Berikut pengertian dan pernjelasan lengkapnya.
tembang jawa - mocopat
Sementara itu, menurut buku Macapat Tembang Jawa Indah dan Karya Makna oleh Zahra Haidar, tembang macapat disebut diciptakan oleh Prabu Dewawasesa atau Prabu Banjaran Sari di Sigaluh pada 1279 Masehi.
Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga kategori: tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé.[14] Macapat digolongkan kepada kategori tembang cilik dan juga tembang tengahan, sementara tembang gedhé berdasarkan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuno, tetapi dalam penggunaannya pada masa Mataram Baru, tidak diterapkan perbedaan antara suku kata panjang ataupun pendek.[14] Di sisi lain tembang tengahan juga bisa merujuk kepada kidung, puisi tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan.[15]
Kemudian menurut Serat Mardawalagu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-lagu yang artinya ialah "melagukan nada keempat".[8] Selain maca-pat-lagu, masih ada lagi maca-sa-lagu, maca-ro-lagu dan maca-tri-lagu.[8] Konon maca-sa termasuk kategori tertua dan diciptakan oleh para Dewa dan diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kediri.[8] Ternyata ini termasuk kategori yang sekarang disebut dengan nama tembang gedhé.[8] Maca-ro termasuk tipe tembang gedhé di mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara.[8] Maca-tri atau kategori yang ketiga adalah tembang tengahan yang konon diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala dan disempurnakan oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya.[8] Dan akhirnya, macapat atau tembang cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.[8]
Sementara itu mengenai usia macapat, terutama hubungannya dengan kakawin, mana yang lebih tua, terdapat dua pendapat yang berbeda. Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat merupakan turunan kakawin dengan tembang gedhé sebagai perantara.[17] Pendapat ini disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut kedua pakar ini macapat sebagai metrum puisi asli Jawa lebih tua usianya daripada kakawin. Maka macapat baru muncul setelah pengaruh India semakin pudar.
Jumlah metrum baku macapat ada limabelas buah. Lalu metrum-metrum ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé. Kategori tembang cilik memuat sembilan metrum, tembang tengahan enam metrum dan tembang gedhé satu metrum.
Ada beberapa jenis tembang macapat. masing-masing jenis tembang tersebut memiliki aturan berupa guru lagu dan guru wilangan masing-masing yang berbeda-beda. Yang paling dikenal umum ada 11 jenis tembang macapat. Yaitu, Pucung, Megatruh, Pangkur, Dangdanggula, dll. Lebih lengkap nya sebagai berikut,
Bahasa Jawa memiliki tembang atau kidung yang berisi pitutur atau nasihat sesuai dengan tingkatannya. Misal saat seseorang masih kecil, mulai dewasa, hari tua, sampai akhirnya meninggal dunia. Tembang ini disebut macapat dan masing-masing syair atau lagu memiliki aturan atau pakem tersendiri.
Dewasa ini tembang macapat masuk kurikulum muatan lokal dan diajarkan di sekolah. Namun, hanya bentuk yang termudah saja. Itu pun tidak semuanya dan mudah dilupakan. Jika Anda seorang penutur asli Bahasa Jawa atau orang yang ingin mempelajari Bahasa Jawa lebih dalam, kenali tembang macapat di bawah ini.
Sinom menjadi perwujudan dari pucuk dari benih yang akan tumbuh. Anak-anak yang mulai tumbuh dewasa akan belajar bagaimana menata hidupnya dan belajar banyak hal. Kelak mereka akan menjadi orang yang berguna bagi orang tua. Watak dari tembang sinom adalah kesabaran dan berisi banyak nasihat.
Setelah tumbuh dewasa, seorang manusia akhirnya akan mencari atau mendapatkan tambatan hatinya. Perjalanan ini diwujudkan oleh tembang asmarandhana yang berasal dari kata asma. Tembang atau lagu yang muncul memiliki tema senang, gembira, dan kadang duka.
Setelah bertemu dengan seseorang, ikatan yang sakral yaitu pernikahan akhirnya dilakukan. Inilah inti dari tembang gambuh. Segala hal tentang suka cita akan disampaikan ke khalayak. Selain itu tembang juga banyak berisi tentang cerita kehidupan. Nantinya cerita bisa dipakai untuk pelajaran agar bahtera rumah tangga tidak mengalami gangguan.
Megatruh bisa diartikan pisah dari ruhnya. Tembang mengisyaratkan tentang proses kematian seorang manusia hingga ruhnya terlepas. Karena memiliki makan cukup menyedihkan, tembang megatruh memiliki isi tentang hilangnya harapan dan perpisahan.
Tembang macapat jenisnya ada banyak dan masing-masing memiliki ciri khasnya tersendiri. Kalau Anda ingin mempelajari lebih banyak, pilih satu atau dua dulu misal pocung atau kinanthi. Setelah memahaminya baru belajar tembang Bahasa Jawa lain.
Life begins at forty, some people say. Dulu waktu masih les bahasa Inggris di LIA pake seragam putih abu-abu, saya nggak ngerti maksudnya hidup dimulai umur 40. Saya tanya ke guru LIA, jawabannya normatif banget, nggak memuaskan. Emang ada beberapa hal yang kudu kita jalanin, baru kita bisa ngerti maksudnya apa. Nah, hal ini salah satunya.
__ATA.cmd.push(function() __ATA.initDynamicSlot(id: 'atatags-102649981-63e4ed39466e7',location: 120,formFactor: '001',label: text: 'Iklan',,creative: reportAd: text: 'Laporkan iklan ini',,privacySettings: text: 'Privasi',onClick: function() window.__tcfapi && window.__tcfapi( 'showUi' ); ,););Bagikan ini:FacebookTwitterLinkedInTumblrSurat elektronikPinterestMenyukai ini:Suka Memuat...Categories: Family/parenting, Terkait Peristiwa Tags: asmarandana, dandanggula, durma, falsafah, filosofi, find joy, gambuh, jawa, joy, kinanthi, macapat, maskumambang, mayang8 residence, megatruh, mijil, pangkur, pocung, rumah remedi, seek joy, sinom, tembang Permalink.
Tembang macapat dibagi menjadi 11 jenis, yaitu Maskumambang, Mijil, Kinanthi, Sinom, Asmaradana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh dan Pocung. Berikut ini contoh lirik dari tembang macapat.
Ketika bulan safar datang masyarakat di dua dukuh tersebut melakukan suatu kegiatan yang disebut tirakatan dimalam jumat. Kegiatannya yaitu membaca tembang mocopat (tembang jawa) yang mereka sebut dengan Paras nabi. Pembacaan Paras nabi dilakukan tidak di rumah penduduk namun dilakukan ditempat lapang. Bisanya dijalan perkampungan.
Tembang mocopat tersebut terdiri dari berbagai jenis mulai Asmorondono sampai dengan Pocung. Beberapa orang yang sudah terbiasa dan mampu membaca tembang tersebu membaca secara bergantian sedang yang lain mendengarkan. Semua warga terlibat dalam acara ritual tersebut dalam bentuk peran yang berbeda-beda. Ibu-ibu menyediakan sekadar kue-kue tradisional.Tidak lupa kopi menemani Tembang mocopat tersebut berisi cerita tentang nabi Muhammad SAW . Cerita nabi Muhammad SAW yang umumnya disebut bacaan Al Barzanzi tetapi dalam paras nabi tersebut dituangkan dalam tembang Mocopat.
Projo Suwarsono, salah satu guru Macapat di Yogyakarta yang sedang melantunkan tembang malam itu terlihat khidmat bersenandung. Beberapa orang yang setia datang mulai menyiapkan hidangan sederhana berupa ubi rebus, tahu goreng isi dan teh hangat. Kebetulan suasana malam itu sedang gerimis, sambil menunggu yang lain datang, Projo Suwarsono terus melantunkan tembangnya.
Itukah gambaran tembang Durma, bagaimana darma orang tua yang dikaruniai anak. Seorang ayah pulang dari bepergian, tiba di rumah yang ditanyakan bukan lagi isteri tetapi anaknya dimana. Masa depan keluarga bukan dirinya sendiri, tetapi sudah beralih yang dipikirkan masa depan anak.
Menurutnya, sekarang, tembang-tembang anak tidak terdengar lagi, bahkan anak-anak tidak mengenal tembang Sluku-Sluku Batok, Jamuran, atau lainnya. Harapannya, dengan pentas ini, tradisi bisa dikenal lagi oleh anak- anak.
Macapat merupakan salah satu kelompok tembang yang sampai saat ini masih diuri-uri ( dilestarikan ) oleh orang Jawa. Ada sebelas tembang dalam macapat, masing-masing memiliki karakter dan ciri yang berbeda, memiliki wataknya sendiri, dan memiliki aturan-aturan penulisan khusus dalam membuatnya.
Masyarakat Jawa atau tepatnya suku jawa, secara antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai dialeknya secara turun-temurun. jawa, maupun orang Jawa yang berada diluar pulau jawa.
Dikutip dari buku Macapat Tembang Jawa, Indah, dan Karya Makna yang ditulis Zahra Hadar (2018), tembang Macapat adalah karya sastra Jawa yang berbentuk puisi tradisional yang merupakan karya leluhur warisan budaya Bangsa Indonesia.
Ciri-ciri tembang Macapat antara lain: 1.terikat oleh guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. 2. menggunakan Bahasa Jawa yang baru, disisipi Bahasa Jawa Kuno). Aturan khusus tersebut biasa disebut sebagai wewaton ( guru / patokan ). Dalam macapat terdapat 3 guru yakni guru gatra ( banyaknya jumlah baris dalam satu bait ), guru wilangan ( banyaknya suku kata dalam setiap baris ) dan guru lagu ( jatuhnya suara vokal dalam setiap baris / dhong-dhing ).
Dalam perkembangannya tembang Macapat mengalami perbedaan tafsir. Meski terdapat banyak perbedaan tafsir macapat, namun pada aturan-aturan baku tetap sama. Guru gatra, guru wilangan dan guru lagu semua tetap menggunakan patokan yang sama.
Tembang Macapat diyakini sebagian besar orang Jawa sebagai kelompok tembang yang memiliki makna proses hidup manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh-Nya, hingga manusia tersebut kembali kepada-Nya. Sifat-sifat manusia sejak lahir hingga kematiannya digambarkan dengan runtut dalam sebelas tembang macapat.
Berdasarkan urutannya, tembang macapat ada 11, yaitu:var cid = '2034204960';var pid = 'ca-pub-5933249487429901';var slotId = 'div-gpt-ad-bocahkampus_com-box-3-0';var ffid = 1;var alS = 1002 % 1000;var container = document.getElementById(slotId);var ins = document.createElement('ins'); ins.id = slotId + '-asloaded'; ins.className = 'adsbygoogle ezasloaded'; ins.dataset.adClient = pid; ins.dataset.adChannel = cid;ins.style.display = 'block';ins.style.minWidth = container.attributes.ezaw.value + 'px';ins.style.width = '100%';ins.style.height = container.attributes.ezah.value + 'px';container.style.maxHeight = container.style.minHeight + 'px';container.style.maxWidth = container.style.minWidth + 'px';container.appendChild(ins);(adsbygoogle = window.adsbygoogle []).push();window.ezoSTPixelAdd(slotId, 'stat_source_id', 44);window.ezoSTPixelAdd(slotId, 'adsensetype', 1);var lo = new MutationObserver(window.ezaslEvent); lo.observe(document.getElementById(slotId + '-asloaded'), attributes: true ); 2ff7e9595c
Comments